Senin, 09 Februari 2009

Kota Tua di Era Demokrasi, Tetap berjayakah?



Tak cukup sehari menyelusuri sisa-sisa Kampung Tua di Jakarta Kota. Di sana di bekas pembantaian masal terdapat satu meja sembahyang. Ada delapan Teko Teh di bekas rumah tua milik saudagar Cina. Glodok yang sekarang menjadi wilayah bisnis ternyata dulu merupakan ruang isolasi warga Cina. Upaya Museum Sejarah Jakarta menjadi pusat informasi sejarah perkembangan kota dan budaya masyarakat Jakarta sulit direalisir.


Terlebih bila menyangkut masa prasejarah masa kini dalam bentuk yang edukatif dan rekreatif, agak kerepotan. Betapa tidak, Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Betapa pun usaha maksimal telah diupayakan oleh Museum Sejarah Jakarta untuk mengumpulkan informasi tentang sejarah Jakarta, namun ada saja bagian dari sejarah Jakarta yang belum dapat ditampilkan serta diinformasikan secara maksimal kepada pengunjung museum.


Kota Tua ini telah berdiri sejak 3500 SM, bahkan jauh sebelum bangsa kolonial Belanda memperbudak rakyat kita. Hingga sekarang, bangunan-bangunan tua masih berdiri kokoh sebagai saksi bisu sejarah. Dari zaman Holland, Portugis hingga bangsa Nippon yang melakukan pembodohan serta penyiksaan publik bagi bangsa NKRI.


Tidak dapat dipungkiri, kawasan kota tua ini sekarang hampir redup. Bangunan saksi bisu tidak lagi diperbaharui. Di setiap sudut bangunan malah berubah menjadi sudut-sudut kosong. Tidak ada perencanaan pembangunan di kawasan itu.


Padahal apabila pemerintah daerah jeli, kawasan ini dapat disulap menjadi kawasan wisata malam ataupun menjadi pusat sejarah kuno NKRI. Setiap goresan sejarah mengokohkan setiap bangunan yang tetap menjulang. Setiap sudut dapat disulap menjadi pusat kesenian. Apa yang tidak mungkin terjadi di Jakarta? Mengapa kota tua menjadi tidak terunggah di era Demokrasi ini?


Hiasi, Hidupi dan cintai lagi sejarah bangsa. Bukan untuk melihat setiap goresan pahit, tapi untuk melihat serta menghargai dan bersyukur bahwa tidak ada yang salah dengan negara kita, tidak ada yang prematur dalam sebuah kota. Hanya saja perlu untuk membuka mata dan hati untuk berjiwa patriotis, menolak manipulasi dan berhati-nurani bersih.



(lihat Indonesia lebih dekat... Indonesia kaya merata...)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

baru tau g??
hehehe..
kalo glodok dulunya tempet begitu..
Bagus ci, ad kata2 yang ga masuk aj di kamus g, hehe...
Mungkin tingkat bahasa u lebih tinggi kali dari g, hehe..
Semoga Pemda DKI ad yang baca n tergugah hatinya, amiinn..
hehe.